WELCOME TO FATIH'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

MUAMALAH


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

O ye who believe! When ye deal with each other, in transactions involving future obligations in a fixed period of time, reduce them to writing Let a scribe write down faithfully as between the parties: let not the scribe refuse to write: as Allah Has taught him, so let him write. Let him who incurs the liability dictate, but let him fear His Lord Allah, and not diminish aught of what he owes. If they party liable is mentally deficient, or weak, or unable Himself to dictate, Let his guardian dictate faithfully, and get two witnesses, out of your own men, and if there are not two men, then a man and two women, such as ye choose, for witnesses, so that if one of them errs, the other can remind her. The witnesses should not refuse when they are called on (For evidence). Disdain not to reduce to writing (your contract) for a future period, whether it be small or big: it is juster in the sight of Allah, More suitable as evidence, and more convenient to prevent doubts among yourselves but if it be a transaction which ye carry out on the spot among yourselves, there is no blame on you if ye reduce it not to writing. But take witness whenever ye make a commercial contract; and let neither scribe nor witness suffer harm. If ye do (such harm), it would be wickedness in you. So fear Allah; For it is Good that teaches you. And Allah is well acquainted with all things. If ye are on a journey, and cannot find a scribe, a pledge with possession (may serve the purpose). And if one of you deposits a thing on trust with another, let the trustee (faithfully) discharge his trust, and let him Fear his Lord conceal not evidence; for whoever conceals it, - his heart is tainted with sin. And Allah knoweth all that ye do.
(Q.S. Al-Baqarah 282)

 

BENTUK DAKWAH EFEKTIF PERBANKAN SYARIAH DENGAN PENINGKATAN MUTU PELAYANAN 


Dewasa ini kebutuhan akan lembaga keuangan perbankan sangat diperlukan oleh banyak kalangan masyarakat. Dengan mulai berkembangnya perbankan syariah merupakan solusi akan permasalahan hukum Islam oleh umat Islam pada khususnya. Terutama masalah riba pada masyarakat umumnya. Karena Islam bukan hanya untuk umat Islam. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Perkembangan ini dibuktikan banyaknya unit cabang syariah oleh bank-bank konvensional.
Meskipun perbankan syariah telah tersebar luas, tetapi masih banyak kalangan masyarakat yang kurang memahaminya. Antara lain kompleknya penamaan instrument-instrument yang masih asing di dengar oleh kalangan masyarakat umum. Serta pemahaman akan dalil-dalil hukum Islamnya. Hal ini merupakan suatu problem informasi yang kurang mendukung perkembangan perbankan syariah. Pengetahuan akan perbankan syariah dinilai belum maksimal ini diperlukan suatu sosialisasi yang efektif yang mampu memberikan pengetahuan kepada seluruh segmen masyarakat. Agar strategi promosi dapat tepat dan sesuai sasaran pada masyarakat. Sehingga perkembangan perbankan syariah dapat terus ditingkatkan. 
Sosialisasi perbankan syariah yang belum optimal selama ini terletak juga pada model pendekatan yang digunakan hanya berorientasi pada iklan dan brand. Memilih sarana promosi tersebut hanya sebatas mengejar target. Dan hal tersebut mempunyai resiko dengan pengeluaran cost yang mahal, tetapi hasilnya kurang maksimal. Karena nilai pengetahuan akan perbankan syariah yang ditampilkan masih sangat kurang. Sehingga promosi akan sia-sia sebab kurang adanya respon baik oleh masyarakat sebagai market.
Dalam syariah landasan pertama adalah tauhid. Segala aktifitas harus dilandasi akan niatan ibadah. Nilai religius yang tidak pula terlepas dari sosialisasi, promosi dan komunikasi dalam perbankan syariah yang merupakan nilai lebih. Kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai dakwah. Karena mengajak masyarakat untuk menjauhi sistem riba dan mengajak masyarakat untuk saling bermuamalah dalam perbankan syariah yang sesuai dengan syariah Islam.
 Bentuk dakwah dalam mensosialisasikan perbankan syariah bukan hanya sekedar mengejar target jangka pendek yang hanya bersifat materialistik dan bukan hanya sekedar menjual produk perbankan syariah. Dalam perbankan syariah harus mempunyai pemahaman adanya proses jangka panjang yang berorientasi untuk menggapai maslahah, sakinah, dan falah dunia akhirat. Namun, hanya dengan pengetahuan perbankan syariah saja apakah akan berdampak efektif dan bagi perkembangan perbankan syariah. Padahal telah adanya peran ulama pula dalam sosialisasi perbankan syariah. Dari sinilah mulai kita mengkaji stategi komunikasi yang efektif sebagai bentuk dakwah dan promosi perbankan syariah. 

       Prospek Perbankan Syariah
 
Guna mensosialisasikan perbankan syariah terlebih dahulu perlu diketahui prospek perbankan syariah. Prospek perbankan syariah dapat diketahui dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang perlu dihadapi serta diwaspadai bagi sosialisasi perbankan syariah.
1.    Kekuatan
Mayoritas penduduk di Indonesia adalah umat Islam. Sebagian dari mereka yang berfikir rasional dan mengedepankan nilai-nilai luhur dan spiritual merupakan kekuatan pasar yang potensial bagi dukungan perbankan syariah. Dan kepercayaan mereka akan perbankan syariah adalah yang paling dibutuhkan.
 Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang  Nomor 7 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Peraturan penunjang yang lain menjadikan adanya kepastian hukum bagi lembaga perbankan syariah. 
Perbankan syariah lebih dari sekedar bank. Adanya nilai tauhid, akhlaq, realita, dan kemanusiaan. Didukung prinsip ekonomi syariah yang melekat pada perbankan syariah sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dewasa ini dan diharapkan pula dimasa yang akan datang.
2.    Kelemahan
Kelemahan yang tidak dipungkiri antara lain, perbankan syariah memiliki citra hanya khusus untuk umat Islam saja. Ini merupakan bentuk kelemahan yang sulit dihilangkan. Padahal syariat Islam bukan hanya bermanfaat untuk umat Islam saja tetapi bagi seluruh umat. Namun, adanya pandangan bahwa sebagian umat Islam saja enggan berpartisipasi apalagi umat yang lain.
Empirisnya ada pada pasar kalangan menengah yang cenderung tidak loyal karena perbankan syariah dianggap ribet, dan tidak user friendly.  Jika hal ini dibiarkan juga akan menjadi penghalang bagi promosi. Dana yang digunakan guna promosi dan sosialisasi sia-sia apabila tidak ada respon yang baik bagi msyarakat.
Kenyakinan dan percaya diri akan sistem perbankan syariah yang pure syariah oleh pelaku lembaga perbankan syariah sendiri, dan terutama operasional perbankan syariah yang masih dianggap oleh masyarakat masih mengunakan bunga bank atau riba. Dan perbankan syariah ini masih baru dioperasionalkan di Indonesia pada 1 Novenber 1991. Oleh karena itu masih diperlukan peningkatan disegala aspek yang kurang terutama dalam operasionalnya. Setelah mengetahui kelemahan ini, kemudian adanya kewajiban untuk memikirkan bagaimana mengatasinya dan menemukan penangkalnya.
3.    Peluang
Pertumbuhan peningkatan perbankan sangat pesat dikarenakan melihat hampir sebagian besar segmen masyarakat mengunakan jasa perbankan dalam transaksi yang berkaitan dengan keuangan dan pertransferan uang. Selain dari sektor ekonomi, industri termasuk perdagangan, sektor politik dan pemerintahan dalam pengelolaan keuangan, sektor pariwisata, serta termasuk  sektor pendidikan. System perbankan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat berupa bentuk simpanan yang aman, praktis, dan mobile serta menyalurkanya dalam bentuk pembiayaan yang cepat dengan prosedur yang efisien. System yang seperti itulah yang sangat dibutuhkan masyarakat sekarang.
Namun dalam kenyataannya di dalam masyarakat Indonesia, tidak sedikit yang berkenyakinan bahwa bunga bank adalah bentuk riba. Riba dalam Islam secara tegas dilarang. Maka banyak masyarakat yang tidak mengunakan jasa perbankan konvensional hingga sekarang. Didukung mulai meningkatnya kesadaran beragama yang merupakan bagian dari tujuan pembangunan dari sektor agama. Sehingga mulai meningkatnya berbagai elemen masyarakat yang bersedia menyimpan dananya pada bank syariah yang berdasarkan prinsip ekonomi Islam. Hal ini perlu dipertahankan dan ditindaklanjuti.   
Perbankan syariah adalah sebuah inovasi yang mampu menjawab kebutuhan akan lembaga keuangan yang menghindari riba dan transaksi yang diharamkan oleh syariat. Padahal pada dasar dengan adanya system PLS  (profit and loss sharing) pada perbankan syariah merupakan daya tarik tersendiri. Karena dengan system PLS tidak adanya beban bunga yang ada adalah bentuk kemitraan antara pihak perbankan dengan pihak deposan dan pihak perbankan dengan para nasabah investasi. Hal ini memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa hutang bukan merupakan transaksi komersial tetapi suatu akad sosial. Dan segala bentuk transaksi kerjasama pembiayaan merupakan transaksi kemitraan bukan transaksi hutang yang menjadikan posisi sejajar antara perbankan dengan pihak deposan.
4.    Tantangan
Dengan perkembangan perbankan syariah sebagai salah satu bentuk pergerakan ekonomi Islam yang dikaitkan dengan fanatisme agama. Menjadikan akan ada pihak-pihak yang akan menghalangi sosialisasinya. Hal ini semata-mata hanya karena tidak suka apabila umat Islam bangkit dari keterbelakanganya. Dan ini merupakan tantangan yang cukup berbahaya.
Dijelaskan oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., SIP., M. Hum  (2008) bahwa tantangan selanjutnya adalah dari kalangan perbankan konvensional yang terganggu akan dominasi mereka selama ini. Dengan munculnya perbankan syariah sebagai lembaga ekonomi syariah yang menuntut pemerataan pendapatan yang lebih adil akan dirasakan mereka sebagai ancaman terhadap dominasi yang telah dinikmatinya. [1]
Tantangan selanjutnya dari kalangan umat Islam sendiri. Masih banyak yang belum perduli dengan sistem syariah dan meragukanya. Ini dipicu akan  pemahaman keagamaan dan keimanan yang masih rendah. Kenyataannya sebagian besar masyarakat bersifat oportunis yang menimbangkan untung dan rugi dalam menggunakan jasa lembaga keuangan perbankan syariah. Adanya masyarakat yang member kesan sama antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Dan adanya perbedaan pendapat  tentang halal haram lembaga perbankan. (Iskandar, 1986:24)  
Dan selanjutnya, tantangan yang menghambat dalam sosialisasi adalah kepercayaan dari pihak pelaku perbankan syariah sendiri masih rendah. Kurangnya pengetahuan akan sistem syariah termasuk pemahaman hukum Islam dikalangan pelaku perbankan syariah sebagai salah satu penyebabkan adanya tantangan tersebut.  Hal tersebut juga proyeksi BI yang dikutip Hermawan dan Syakir (2006) dari Proyeksi Pertumbuhan Bank Syariah Direvisi oleh Republika Online pada 27 Desember 2005 pertumbuhan perbankan syariah yang lamban dikarenakan masih berada ditengah-tengah perbankan konvesional.

Peningkatan Managemen Pengelolaan Perbankan Syariah

Setelah melihat prospek perbankan syariah langkah selanjutnya dengan mengolahnya dalam managemen perbankan syariah. Namun, seperti yang dijelaskan diatas bahwa perlu terus adanya penelitian dan analisis sistem perbankan syariah yang selama ini dijalankan oleh pelaku perbankan syariah agar sistem perbankan benar-benar murni syariah. Sehingga menumbuhkan kenyakinan yang mantap dalam menjalankan dan mensosialisasikan perbankan syariah.
Perbankan Syariah sebagai lembaga keuangan perbankan yang menggunakan prinsip syariah seperti yang digambarkan sebelumnya mempunyai potensi penting guna penggerak ekonomi syariah. Dengan pengelolaan yang baik perbankan syariah mampu berkompetisi dan memiliki daya saing yang tidak kalah dengan perbankan konvensional dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Dalam pengelolaan tidak terlepas dari rencana program kerja yang matang dari pihak management pengelola perbankan syariah. Termasuk dalam penghimpunan dana dari masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa adanya prospek yang sangat potensial untuk dikelola oleh perbankan syariah. Oleh karena itu pihak perbankan syariah harus mampu melihat trend yang berkembang di masyarakat pada saat ini. Misalnya dana sertifikasi guru dan dosen yang setiap orang yang memperoleh sekitar puluhan juta rupiah. Oleh karena itu pihak managemen harus mampu mempunyai relasi yang berkaitan dengan lembaga atau dinas pendidikan. Selain itu masih banyak sumber dana yang beredar dalam masyarakat, antara lain dana penangulangan bencana, dana proyek pemerintah untuk usaha kecil menengah dan mikro, dana haji dan umroh, dana kurban, dana  pension dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah memamamkan kenyakian dan kepercayaan pada nasabah investor.
Rencana pengelolaan dalam perbankan syariah tidak terlepas dari penyaluran dana kepada masyarakat. Hal ini terkait dengan analisis pembiyayaan. Seperti yang diketahui dalam analisis pembiyayaan faktor karakter merupakan faktor pertama penentu kebijakan. Dan yang menjadi perhatian pertama dalam karakter seseorang adalah perilaku sholatnya. Kemudian faktor-faktor yang lain.
Melihat kelemahan pengetahuan akan informasi, sosialisasi, dan pengetahuan akan perbankan syariah perlunya peningkatan sumberdaya manusia. Khususnya pelaku perbankan syariah itu sendiri. Maka pengetahuan karyawan dalam perbankan syariah harus memiliki kompetensi dibidang perbankan syariah. Sehingga mampu menjelaskan kepada nasabah atau masyarakat umum apa saja yang berkaitan dengan perbankan syariah dan perbedaan, kelemahan, serta keunggulan bank syariah dengan bank konvesional. Dan pihak perbankan syariah perlu pengetahuan yang terkait dengan hukum ekonomi syariah khususnya dalam masalah perbankan syariah.
Masalah kompetensi pegawai perbankan syariah hanya sedikit yang berlatar belakang syariah. Masih lebih banyaknya pegawai perbankan syariah berlatar belakang ilmu operasional perbankan konfensional. Sebagian besar pegawai ini masih perlu belajar ilmu syariah. Sehingga dilapangan dalam mampu menjelaskan konsep bagi hasil yang berbeda dengan konsep bunga bank konvensional dan menyakinkan para nasabah bahwa sistem yang digunakan guna menghindari riba. 
Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah bila pegawai yang mengusai ilmu perbankan operasional juga mempunyai semangat dakwah ekonomi Islam. Ini dapat menjadi kelebihan karena mereka paham dampak negatif dari operasional konvensional dan trik-triknya yang dapat menimbulkan kepekaan menangkap sebuah fatwa yang diminta oleh industri kepada otoritas para ulamah Dewan Syariah Nasional bila diimplemntasikan oleh bank syariah akan tiada bedanya dengan sistem konvesional. Terpenting adalah bisa tidaknya fatwa tersebut sesuai dengan subtansi ekonomi Islam. Untuk menganalisis setelah dicari dalil yang menjustifikasi produk perbankan syariah setelah diterapkan perlunya rasa peka terhadap kesesuaian produk dengan hakikat ekonomi Islam. Oleh karena itu perlunya kombinasi antara pegawai dan ulamayang menguasai ilmu syariah juga paham operasional perbankan (konvensioanal dan syariah).
Perlunya pengalokasian guna pendidikan pegawai akan perbankan. Guna menunjang profesionalisme dan kopetensi dalam managemen suatu lembaga keuangan syariah.
Dan selain itu seorang manager perbankan syariah harus yang mempunyai netwok atau relasi yang banyak. Meneger yang mampu melihat dan mengambil peluang-peluang bisnis yang profitable. Dengan terus berinovasi dan respon terhadap trend yang berkembang dalam masyarakat.
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang dapat juga dikatakan sebagai bentuk penyedia jasa. Dalam transaksi jasa yang perlu dikedepankan dalam promosinya adalah pelayanan. Dengan meningkatkan mutu pelayanan. Antara lain dengan menjaga frontliner dan costomer servis. Menambah jumlah jaringan cabang, memaksimalkan jumlah ATM dan service poin. Meminimakan biaya perunit produk

[1] Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH.,SIP.,M.Hum. Beberapa Masalah dalam Praktek Hukum Ekonomi Syariah, Dalam Makalah Seminar Hukum Perbankan dengan Tema Resiko Perikatan Perbankan Umum, BPR, dan Syariah Masalah Hukum serta Pemecarannya. Surakarta, 16 Februari 2008, hlm. 4


Perbedaan Badan Hukum dan 
Bukan Badan Hukum
Dalam dunia usaha di Indonesia, setiap pengusaha yang ingin menjalankan kegiatan usahanya memerlukan sebuah badan usaha yang terdaftar secara resmi sehingga para pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha dan peristiwa hukum yang berkaitan dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut memiliki legalitas atau kekuatan hukum dalam bertindak. Dengan kata lain, perbuatan para pelaku usaha tersebut dibenarkan dan diizinkan oleh Negara serta memiliki kepastian hukum. Hanya saja dalam praktiknya, perlu diketahui bahwa tidak semua badan usaha memerlukan perizinan atau mengharuskan pembuatan akta pendirian di hadapan notaris sebagai sebuah syarat awal untuk menjalankan kegiatan usaha. Sebagai contohnya adalah para pelaku usaha dunia maya (online shop) yang banyak akhir-akhir ini yang melakukan kegiatan usahanya hanya melalui seperangkat elektronik yang canggih baik itu berupa handphone maupun tablet yang dapat mendukung kegiatan usahanya tersebut. Akan tetapi, bagi pelaku usaha yang ingin memiliki kelegalan dan kepastian hukum terhadap kegiatan usahanya memerlukan pembuatan akta pendirian di hadapan notaris. Pembuatan akta notaris dalam badan usaha pun juga tidak serta merta menjadikan kegiatan usaha tersebut berstatus badan hukum. Mengapa demikian? karena  di Indonesia dikenal 2 (dua) pengelompokan kategori badan usaha yaitu:
  1. Badan Usaha yang berbadan hukum.
  2. Badan Usaha yang tidak berbadan hukum.
Apa perbedaan dari keduanya? Badan usaha yang bukan merupakan badan hukum tidak akan dipersamakan kedudukannya sebagai orang sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan para pendirinya.[1] Perbedaan badan hukum dan bukan hukum terletak pada pemisahaan harta kekayaan. Badan usaha yang berbadan hukum, contohnya adalah Perseroan Terbatas (PT). Pada Perseroan Terbatas (PT), badan usaha PT memiliki harta kekayaan tersendiri. Harta kekayaan PT tersebut terpisah dengan harta kekayaan para pemegang saham PT. Dalam artian jika PT tersebut mengalami kerugian, maka tanggung jawab para pemegang saham tersebut terbatas pada nilai saham yang dimilikinya. Berbeda dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum yang harta kekayaan pendirinya tidak terpisah dengan harta kekayaan badan usaha tersebut. Sehingga jika badan usaha yang tidak berbadan hukum tersebut mengalami kerugian, maka berakibat pada pertanggung jawaban pemilik badan usaha tersebut. Dalam penggantian kerugian badan usaha tersebut, harta kekayaan pemiliknya dapat disita atau diambil hingga pertanggung jawaban kerugian tersebut lunas atau selesai.
Bentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum adalah:[2]
  1. Usaha Dagang (UD) atau kadang juga dikenal dengan istilah PD (Perusahaan Dagang)
  2. Persekutuan Perdata (Maatschap) yang diatur dalam Pasal 1618-1652 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
  3. Firma/Fa (Vennootschap Onder Firma), yang diatur dalam Pasal 16-35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
  4. Persekutuan Komanditer/CV (Comanditaire Vennootschhap), yang diatur dalam Pasal 19 KUHD.
  5. Perkumpulan yang tidak berbadan hukum, yang diatur dalam Pasal 1653-1665 KUHPer.
Selain perbedaan pada pemisahan harta kekayaan, perbedaan berikutnya juga terletak pada posisi badan usaha sebagai subjek hukum di dalam pengadilan. Badan usaha yang berbadan hukum merupakan subjek hukum yang juga dapat dituntut serta melakukan penuntutan di muka pengadilan atas nama badan usaha. Yang melakukan penuntutan tersebut tentu saja, bukan badan usaha itu sendiri secara langsung, melainkan orang yang dikuasakan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut, Hal ini dikarenakan badan hukum merupakan aggregate theory yang berarti kumpulan-kumpulan manusia/orang yang terkait dengan badan hukum tersebut. Sementara badan usaha yang tidak berbadan hukum tidak dapat dituntut dan melakukan kumpulan penuntutan di muka pengadilan atas nama badan usaha tersebut. Akan tetapi, di dalam badan usaha yang tidak berbadan hukum yang dituntut di muka pengadilan adalah pendiri dari badan usaha tersebut serta yang melakukan penuntutan di muka pengadilan jug pendiri tersebut yang bertindak atas namanya sendiri.

[1] Irma Devita, 2010, “Kiat-Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Mendirikan Badan Usaha”, Kaifa, Bandung, hlm. 2
[2] Ibid, hlm. 3       
Sumber : https://muhammadrizalrustam.wordpress.com/2013/04/17/perbedaan-badan-hukum-dan-bukan-badan-hukum/


Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya
Suatu kegiatan usaha yang berdiri dengan status perusahaan dagang atau usaha dagang (toko) yang telah berkembang secara kualitas dan kuantitas usaha apakah wajib untuk mengubah status usahanya? Bagaimana hubungan hukumnya dengan tenaga kerja yang dipekerjakan di tempat usahanya tersebut manakala hubungan antara pengusaha dan pekerja tidak dilandasi dengan perjanjian? Wajib atau tidakkah perusahaan/usaha dagang tersebut untuk membentuk peraturan perusahaan, serta hak-hak pekerja, sebagaimana menurut UU. tentang Ketenagakerjaan? Terima kasih.  
Jawaban :
1.                 Apabila yang dimaksud dengan status usaha yaitu jenis badan usaha, maka pada dasarnya untuk mengubah suatu jenis badan usaha bergantung pada visi misi dan tujuan dari badan usaha tersebut. Dalam hal ini apabila Perusahaan Dagang/Usaha Dagang ("PD/UD") saat ini berjalan sesuai dengan kegiatan usahanya, maka PD/UD tersebut tidak perlu untuk "diubah" menjadi badan usaha lainnya.
 
Namun, apabila dalam perkembangannya PD/UD memiliki visi misi dan tujuan untuk memperluas kegiatan PD/UD dan/atau diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan, maka jenis PD/UD tersebut dapat "diubah" dengan membentuk badan usaha baru.
 
Adapun berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu, suatu badan usaha diwajibkan berbentuk badan hukum dalam hal menjalakan kegiatan usaha seperti Bank, Rumah Sakit, penyelenggara satuan pendidikan formal. Selain itu, apabila terdapat penyertaan modal asing dalam badan usaha tersebut, maka badan usaha tersebut wajib untuk berbentuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas. Sehingga apabila dalam perkembangannya PD/UD akan melakukan kegiatan usaha sebagaimana disebutkan sebelumnya dan/atau terdapat penyertaan modal asing dalam badan usahanya, maka PD/UD tersebut wajib untuk berbentuk badan hukum.
 
Untuk mengetahui badan usaha yang tepat untuk PD/UD tersebut, berikut kami uraikan karakteristik untuk beberapa badan usaha baik yang merupakan badan hukum atau bukan badan hukum.
A.     Badan Usaha berbentuk Badan Hukum
Karakteristik suatu badan hukum yaitu terdapat pemisahan kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya bertanggung jawab sebatas harta yang dimilikinya.
 
Badan Usaha yang berbentuk Badan Hukum terdiri dari :
(1)     Perseroan Terbatas (“PT”)
§      Memiliki ketentuan minimal modal dasar, dalam UU 40/2007 minimum modal dasar PT yaitu Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Minimal 25% dari modal dasar telah disetorkan ke dalam PT;
§      Pemegang Saham hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya;
§      Berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu diwajibkan agar suatu badan usaha berbentuk PT.
(2)     Yayasan
§      Bergerak di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota;
§      Kekayaan Yayasan dipisahkan dengan kekayaan pendiri yayasan.
(3)     Koperasi
§      beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasar atas asas kekeluargaan.
§      Sifat keanggotaan koperasi yaitu sukarela bahwa tidak ada paksaan untuk menjadi anggota koperasi dan terbuka bahwa tidak ada pengecualian untuk menjadi anggota koperasi.
 
B.       Badan Usaha bukan berbentuk Badan Hukum
Lain halnya dengan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum, pada bentuk badan usaha ini, tidak terdapat pemisahan antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan pemiliknya.
 
Badan usaha bukan berbentuk badan hukum terdiri dari:
(1)     Persekutuan Perdata
§      Suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya;
§      Para sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas Persekutuan Perdata.
 
(2)     Firma
§      Suatu Perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah nama bersama;
§      Para anggota memiliki tanggung jawab renteng terhadap Firma.
 
(3)     Persekutuan Komanditer (“CV”)
§      Terdiri dari Pesero Aktif dan Pesero Pasif/komanditer.
§      Pesero Aktif bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi, sedangkan pesero pasif hanya bertanggung jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam CV. 
 
Apabila PD/UD akan "diubah" dengan badan usaha lainnya, maka PD/UD tersebut akan dibubarkan serta izin yang dimiliki oleh PD/UD tersebut akan dicabut. Selanjutnya, akan didirikan badan usaha yang sesuai dengan karakteristik dan visi misi yang diinginkan.
 
2.                 Perjanjian Kerja
Apabila yang dimaksud dengan pertanyaan Anda terkait perjanjian tenaga kerja dengan pengusaha adalah perjanjian tertulis, maka pengusaha yang melakukan perjanjian secara lisan dengan tenaga kerja yang diperkerjakannya sudah merupakan Perjanjian yang memiliki akibat hukum, hal ini berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU No. 13/2003 yang menyatakan bahwa “Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis atau lisan”.
 
Tanpa adanya perjanjian, maka tidak adanya kesepakatan untuk melakukan hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja baik lisan maupun tertulis. Hal ini diatur dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 yang menyatakan “hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”.
 
Agar Perjanjian yang terjadi antara pengusaha dengan tenaga kerja dapat sah secara hukum, maka perjanjian yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja haruslah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPer yaitu:
1.       Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.       Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.       Suatu hal tertentu; dan
4.      Suatu sebab yang halal
 
Sehingga, perjanjian baik secara tertulis maupun lisan antara pengusaha dengan tenaga kerja yang diperkerjakannya tetap memiliki hubungan hukum diantara mereka selama perjanjian tersebut sah secara hukum dengan mengikuti syarat-syarat sahnya perjanjian.
 
3.                 Kewajiban membentuk Peraturan Perusahaan
Berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UU 13/2003, diatur bahwa setiap Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
 
Adapun yang dimaksud dengan Pengusaha berdasarkan Pasal 1 angka 5 huruf a UU 13/2003 adalah;
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
 
Dari kedua ketentuan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perusahaan (termasuk PD/UD) harus memiliki peraturan perusahaan jika mempekerjakan pekerja/buruh sejumlah 10 (sepuluh) orang atau lebih.
 
4.                 Hak-Hak Pekerja
Berdasarkan UU 13/2003, hak-hak pekerja yang diatur yaitu sebagai berikut :
1)     Memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja (Pasal 11);
2)     Memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja (Pasal 18 ayat 1);
3)     Memperoleh waktu istirahat dan cuti dengan ketentuan sebagai berikut (Pasal 79):
-         istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
-         istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
-         cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
-         istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.        
4)     Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat 1);
5)     Memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1);
6)     Memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99 ayat 1);
7)     Membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (Pasal 104 ayat 1);
8)     Melakukan mogok kerja sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137);
9)     Menerima pembayaran uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja jika terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 156 ayat 1);
10)Hak khusus untuk pekerja/buruh perempuan (Pasal 82):
-         Memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan;
-         Memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan jika mengalami keguguran kandungan sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
 
Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23).
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43).
4.      Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004
sumber :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f51947253585/jenis-jenis-badan-usaha-dan-karakteristiknya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar