يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ
مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ
وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ
فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ
رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ
الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ
فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ
رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ
مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا
فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا
مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا
إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ
لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ
أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ
كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
O ye who believe! When ye deal with each other, in transactions involving future obligations in a fixed period of time, reduce them to writing Let a scribe write down faithfully as between the parties: let not the scribe refuse to write: as Allah Has taught him, so let him write. Let him who incurs the liability dictate, but let him fear His Lord Allah, and not diminish aught of what he owes. If they party liable is mentally deficient, or weak, or unable Himself to dictate, Let his guardian dictate faithfully, and get two witnesses, out of your own men, and if there are not two men, then a man and two women, such as ye choose, for witnesses, so that if one of them errs, the other can remind her. The witnesses should not refuse when they are called on (For evidence). Disdain not to reduce to writing (your contract) for a future period, whether it be small or big: it is juster in the sight of Allah, More suitable as evidence, and more convenient to prevent doubts among yourselves but if it be a transaction which ye carry out on the spot among yourselves, there is no blame on you if ye reduce it not to writing. But take witness whenever ye make a commercial contract; and let neither scribe nor witness suffer harm. If ye do (such harm), it would be wickedness in you. So fear Allah; For it is Good that teaches you. And Allah is well acquainted with all things. If ye are on a journey, and cannot find a scribe, a pledge with possession (may serve the purpose). And if one of you deposits a thing on trust with another, let the trustee (faithfully) discharge his trust, and let him Fear his Lord conceal not evidence; for whoever conceals it, - his heart is tainted with sin. And Allah knoweth all that ye do.
(Q.S. Al-Baqarah 282)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
O ye who believe! When ye deal with each other, in transactions involving future obligations in a fixed period of time, reduce them to writing Let a scribe write down faithfully as between the parties: let not the scribe refuse to write: as Allah Has taught him, so let him write. Let him who incurs the liability dictate, but let him fear His Lord Allah, and not diminish aught of what he owes. If they party liable is mentally deficient, or weak, or unable Himself to dictate, Let his guardian dictate faithfully, and get two witnesses, out of your own men, and if there are not two men, then a man and two women, such as ye choose, for witnesses, so that if one of them errs, the other can remind her. The witnesses should not refuse when they are called on (For evidence). Disdain not to reduce to writing (your contract) for a future period, whether it be small or big: it is juster in the sight of Allah, More suitable as evidence, and more convenient to prevent doubts among yourselves but if it be a transaction which ye carry out on the spot among yourselves, there is no blame on you if ye reduce it not to writing. But take witness whenever ye make a commercial contract; and let neither scribe nor witness suffer harm. If ye do (such harm), it would be wickedness in you. So fear Allah; For it is Good that teaches you. And Allah is well acquainted with all things. If ye are on a journey, and cannot find a scribe, a pledge with possession (may serve the purpose). And if one of you deposits a thing on trust with another, let the trustee (faithfully) discharge his trust, and let him Fear his Lord conceal not evidence; for whoever conceals it, - his heart is tainted with sin. And Allah knoweth all that ye do.
(Q.S. Al-Baqarah 282)
BENTUK DAKWAH EFEKTIF PERBANKAN
SYARIAH DENGAN PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
Dewasa ini kebutuhan akan lembaga
keuangan perbankan sangat diperlukan oleh banyak kalangan masyarakat. Dengan
mulai berkembangnya perbankan syariah merupakan solusi akan permasalahan hukum
Islam oleh umat Islam pada khususnya. Terutama masalah riba pada masyarakat
umumnya. Karena Islam bukan hanya untuk umat Islam. Islam adalah rahmat bagi
seluruh alam. Perkembangan ini dibuktikan banyaknya unit cabang syariah oleh
bank-bank konvensional.
Meskipun perbankan syariah telah
tersebar luas, tetapi masih banyak kalangan masyarakat yang kurang memahaminya.
Antara lain kompleknya penamaan instrument-instrument yang masih asing di
dengar oleh kalangan masyarakat umum. Serta pemahaman akan dalil-dalil hukum
Islamnya. Hal ini merupakan suatu problem informasi yang kurang mendukung
perkembangan perbankan syariah. Pengetahuan akan perbankan syariah dinilai
belum maksimal ini diperlukan suatu sosialisasi yang efektif yang mampu
memberikan pengetahuan kepada seluruh segmen masyarakat. Agar strategi promosi
dapat tepat dan sesuai sasaran pada masyarakat. Sehingga perkembangan perbankan
syariah dapat terus ditingkatkan.
Sosialisasi perbankan syariah yang belum
optimal selama ini terletak juga pada model pendekatan yang digunakan hanya
berorientasi pada iklan dan brand.
Memilih sarana promosi tersebut hanya sebatas mengejar target. Dan hal tersebut
mempunyai resiko dengan pengeluaran cost
yang mahal, tetapi hasilnya kurang maksimal. Karena nilai pengetahuan akan
perbankan syariah yang ditampilkan masih sangat kurang. Sehingga promosi akan
sia-sia sebab kurang adanya respon baik oleh masyarakat sebagai market.
Dalam syariah landasan pertama adalah tauhid. Segala aktifitas harus dilandasi
akan niatan ibadah. Nilai religius yang tidak pula terlepas dari sosialisasi,
promosi dan komunikasi dalam perbankan syariah yang merupakan nilai lebih. Kegiatan
tersebut dapat dikatakan sebagai dakwah. Karena mengajak masyarakat untuk
menjauhi sistem riba dan mengajak masyarakat untuk saling bermuamalah dalam
perbankan syariah yang sesuai dengan syariah Islam.
Bentuk
dakwah dalam mensosialisasikan perbankan syariah bukan hanya sekedar mengejar
target jangka pendek yang hanya bersifat materialistik dan bukan hanya sekedar
menjual produk perbankan syariah. Dalam perbankan syariah harus mempunyai
pemahaman adanya proses jangka panjang yang berorientasi untuk menggapai maslahah, sakinah, dan falah dunia
akhirat. Namun, hanya dengan pengetahuan perbankan syariah saja apakah akan
berdampak efektif dan bagi perkembangan perbankan syariah. Padahal telah adanya
peran ulama pula dalam sosialisasi perbankan syariah. Dari sinilah mulai kita
mengkaji stategi komunikasi yang efektif sebagai bentuk dakwah dan promosi
perbankan syariah.
Prospek
Perbankan Syariah
Guna mensosialisasikan perbankan syariah
terlebih dahulu perlu diketahui prospek perbankan syariah. Prospek perbankan
syariah dapat diketahui dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan yang perlu dihadapi serta diwaspadai bagi sosialisasi perbankan
syariah.
1. Kekuatan
Mayoritas penduduk di Indonesia adalah
umat Islam. Sebagian dari mereka yang berfikir rasional dan mengedepankan
nilai-nilai luhur dan spiritual merupakan kekuatan pasar yang potensial bagi
dukungan perbankan syariah. Dan kepercayaan mereka akan perbankan syariah
adalah yang paling dibutuhkan.
Dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan Peraturan penunjang yang lain menjadikan adanya kepastian hukum bagi
lembaga perbankan syariah.
Perbankan syariah lebih dari sekedar
bank. Adanya nilai tauhid, akhlaq, realita, dan kemanusiaan.
Didukung prinsip ekonomi syariah yang melekat pada perbankan syariah sangat
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dewasa ini dan diharapkan pula dimasa yang
akan datang.
2. Kelemahan
Kelemahan yang tidak dipungkiri antara
lain, perbankan syariah memiliki citra hanya khusus untuk umat Islam saja. Ini
merupakan bentuk kelemahan yang sulit dihilangkan. Padahal syariat Islam bukan
hanya bermanfaat untuk umat Islam saja tetapi bagi seluruh umat. Namun, adanya
pandangan bahwa sebagian umat Islam saja enggan berpartisipasi apalagi umat
yang lain.
Empirisnya ada pada pasar kalangan
menengah yang cenderung tidak loyal karena perbankan syariah dianggap ribet,
dan tidak user friendly. Jika hal ini dibiarkan juga akan menjadi
penghalang bagi promosi. Dana yang digunakan guna promosi dan sosialisasi
sia-sia apabila tidak ada respon yang baik bagi msyarakat.
Kenyakinan dan percaya diri akan sistem
perbankan syariah yang pure syariah
oleh pelaku lembaga perbankan syariah sendiri, dan terutama operasional
perbankan syariah yang masih dianggap oleh masyarakat masih mengunakan bunga
bank atau riba. Dan perbankan syariah ini masih baru dioperasionalkan di
Indonesia pada 1 Novenber 1991. Oleh karena itu masih diperlukan peningkatan
disegala aspek yang kurang terutama dalam operasionalnya. Setelah mengetahui
kelemahan ini, kemudian adanya kewajiban untuk memikirkan bagaimana
mengatasinya dan menemukan penangkalnya.
3. Peluang
Pertumbuhan peningkatan perbankan sangat
pesat dikarenakan melihat hampir sebagian besar segmen masyarakat mengunakan
jasa perbankan dalam transaksi yang berkaitan dengan keuangan dan pertransferan
uang. Selain dari sektor ekonomi, industri termasuk perdagangan, sektor politik
dan pemerintahan dalam pengelolaan keuangan, sektor pariwisata, serta
termasuk sektor pendidikan. System
perbankan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat berupa
bentuk simpanan yang aman, praktis, dan mobile serta menyalurkanya dalam bentuk
pembiayaan yang cepat dengan prosedur yang efisien. System yang seperti itulah yang
sangat dibutuhkan masyarakat sekarang.
Namun dalam kenyataannya di dalam
masyarakat Indonesia, tidak sedikit yang berkenyakinan bahwa bunga bank adalah
bentuk riba. Riba dalam Islam secara tegas dilarang. Maka banyak masyarakat
yang tidak mengunakan jasa perbankan konvensional hingga sekarang. Didukung
mulai meningkatnya kesadaran beragama yang merupakan bagian dari tujuan
pembangunan dari sektor agama. Sehingga mulai meningkatnya berbagai elemen
masyarakat yang bersedia menyimpan dananya pada bank syariah yang berdasarkan
prinsip ekonomi Islam. Hal ini perlu dipertahankan dan ditindaklanjuti.
Perbankan syariah adalah sebuah inovasi
yang mampu menjawab kebutuhan akan lembaga keuangan yang menghindari riba dan
transaksi yang diharamkan oleh syariat. Padahal pada dasar dengan adanya system
PLS (profit
and loss sharing) pada perbankan syariah merupakan daya tarik tersendiri.
Karena dengan system PLS tidak adanya beban bunga yang ada adalah bentuk
kemitraan antara pihak perbankan dengan pihak deposan dan pihak perbankan
dengan para nasabah investasi. Hal ini memberikan pandangan kepada masyarakat
bahwa hutang bukan merupakan transaksi komersial tetapi suatu akad sosial. Dan
segala bentuk transaksi kerjasama pembiayaan merupakan transaksi kemitraan
bukan transaksi hutang yang menjadikan posisi sejajar antara perbankan dengan
pihak deposan.
4. Tantangan
Dengan perkembangan perbankan syariah
sebagai salah satu bentuk pergerakan ekonomi Islam yang dikaitkan dengan
fanatisme agama. Menjadikan akan ada pihak-pihak yang akan menghalangi
sosialisasinya. Hal ini semata-mata hanya karena tidak suka apabila umat Islam
bangkit dari keterbelakanganya. Dan ini merupakan tantangan yang cukup
berbahaya.
Dijelaskan oleh Prof. Dr. H. Abdul
Manan, SH., SIP., M. Hum (2008) bahwa
tantangan selanjutnya adalah dari kalangan perbankan konvensional yang
terganggu akan dominasi mereka selama ini. Dengan munculnya perbankan syariah
sebagai lembaga ekonomi syariah yang menuntut pemerataan pendapatan yang lebih
adil akan dirasakan mereka sebagai ancaman terhadap dominasi yang telah
dinikmatinya. [1]
Tantangan selanjutnya dari kalangan umat
Islam sendiri. Masih banyak yang belum perduli dengan sistem syariah dan
meragukanya. Ini dipicu akan pemahaman
keagamaan dan keimanan yang masih rendah. Kenyataannya sebagian besar
masyarakat bersifat oportunis yang menimbangkan untung dan rugi dalam
menggunakan jasa lembaga keuangan perbankan syariah. Adanya masyarakat yang
member kesan sama antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Dan adanya
perbedaan pendapat tentang halal haram lembaga
perbankan. (Iskandar, 1986:24)
Dan selanjutnya, tantangan yang menghambat dalam
sosialisasi adalah kepercayaan dari pihak pelaku perbankan syariah sendiri
masih rendah. Kurangnya pengetahuan akan sistem syariah termasuk pemahaman
hukum Islam dikalangan pelaku perbankan syariah sebagai salah satu penyebabkan
adanya tantangan tersebut. Hal tersebut
juga proyeksi BI yang dikutip Hermawan dan Syakir (2006) dari Proyeksi
Pertumbuhan Bank Syariah Direvisi oleh Republika Online pada 27 Desember 2005 pertumbuhan
perbankan syariah yang lamban dikarenakan masih berada ditengah-tengah
perbankan konvesional.
Peningkatan
Managemen Pengelolaan Perbankan Syariah
Setelah
melihat prospek perbankan syariah langkah selanjutnya dengan mengolahnya dalam
managemen perbankan syariah. Namun, seperti yang dijelaskan diatas bahwa perlu terus
adanya penelitian dan analisis sistem perbankan syariah yang selama ini dijalankan
oleh pelaku perbankan syariah agar sistem perbankan benar-benar murni syariah.
Sehingga menumbuhkan kenyakinan yang mantap dalam menjalankan dan
mensosialisasikan perbankan syariah.
Perbankan
Syariah sebagai lembaga keuangan perbankan yang menggunakan prinsip syariah
seperti yang digambarkan sebelumnya mempunyai potensi penting guna penggerak
ekonomi syariah. Dengan pengelolaan yang baik perbankan syariah mampu
berkompetisi dan memiliki daya saing yang tidak kalah dengan perbankan
konvensional dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada
masyarakat.
Dalam
pengelolaan tidak terlepas dari rencana program kerja yang matang dari pihak
management pengelola perbankan syariah. Termasuk dalam penghimpunan dana dari
masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa adanya prospek yang
sangat potensial untuk dikelola oleh perbankan syariah. Oleh karena itu pihak
perbankan syariah harus mampu melihat trend yang berkembang di masyarakat pada
saat ini. Misalnya dana sertifikasi guru dan dosen yang setiap orang yang
memperoleh sekitar puluhan juta rupiah. Oleh karena itu pihak managemen harus
mampu mempunyai relasi yang berkaitan dengan lembaga atau dinas pendidikan.
Selain itu masih banyak sumber dana yang beredar dalam masyarakat, antara lain
dana penangulangan bencana, dana proyek pemerintah untuk usaha kecil menengah
dan mikro, dana haji dan umroh, dana kurban, dana pension dan lain sebagainya. Yang terpenting
adalah memamamkan kenyakian dan kepercayaan pada nasabah investor.
Rencana
pengelolaan dalam perbankan syariah tidak terlepas dari penyaluran dana kepada
masyarakat. Hal ini terkait dengan analisis pembiyayaan. Seperti yang diketahui
dalam analisis pembiyayaan faktor karakter merupakan faktor pertama penentu
kebijakan. Dan yang menjadi perhatian pertama dalam karakter seseorang adalah
perilaku sholatnya. Kemudian faktor-faktor yang lain.
Melihat
kelemahan pengetahuan akan informasi, sosialisasi, dan pengetahuan akan
perbankan syariah perlunya peningkatan sumberdaya manusia. Khususnya pelaku
perbankan syariah itu sendiri. Maka pengetahuan karyawan dalam perbankan
syariah harus memiliki kompetensi dibidang perbankan syariah. Sehingga mampu
menjelaskan kepada nasabah atau masyarakat umum apa saja yang berkaitan dengan
perbankan syariah dan perbedaan, kelemahan, serta keunggulan bank syariah
dengan bank konvesional. Dan pihak perbankan syariah perlu pengetahuan yang
terkait dengan hukum ekonomi syariah khususnya dalam masalah perbankan syariah.
Masalah
kompetensi pegawai perbankan syariah hanya sedikit yang berlatar belakang
syariah. Masih lebih banyaknya pegawai perbankan syariah berlatar belakang ilmu
operasional perbankan konfensional. Sebagian besar pegawai ini masih perlu
belajar ilmu syariah. Sehingga dilapangan dalam mampu menjelaskan konsep bagi
hasil yang berbeda dengan konsep bunga bank konvensional dan menyakinkan para
nasabah bahwa sistem yang digunakan guna menghindari riba.
Sebenarnya
hal ini tidak menjadi masalah bila pegawai yang mengusai ilmu perbankan
operasional juga mempunyai semangat dakwah ekonomi Islam. Ini dapat menjadi
kelebihan karena mereka paham dampak negatif dari operasional konvensional dan
trik-triknya yang dapat menimbulkan kepekaan menangkap sebuah fatwa yang
diminta oleh industri kepada otoritas para ulamah Dewan Syariah Nasional bila
diimplemntasikan oleh bank syariah akan tiada bedanya dengan sistem konvesional.
Terpenting adalah bisa tidaknya fatwa tersebut sesuai dengan subtansi ekonomi
Islam. Untuk menganalisis setelah dicari dalil yang menjustifikasi produk
perbankan syariah setelah diterapkan perlunya rasa peka terhadap kesesuaian
produk dengan hakikat ekonomi Islam. Oleh karena itu perlunya kombinasi antara
pegawai dan ulamayang menguasai ilmu syariah juga paham operasional perbankan
(konvensioanal dan syariah).
Perlunya
pengalokasian guna pendidikan pegawai akan perbankan. Guna menunjang
profesionalisme dan kopetensi dalam managemen suatu lembaga keuangan syariah.
Dan
selain itu seorang manager perbankan syariah harus yang mempunyai netwok atau relasi yang banyak. Meneger
yang mampu melihat dan mengambil peluang-peluang bisnis yang profitable. Dengan terus berinovasi dan
respon terhadap trend yang berkembang dalam masyarakat.
Perbankan
merupakan lembaga keuangan yang dapat juga dikatakan sebagai bentuk penyedia
jasa. Dalam transaksi jasa yang perlu dikedepankan dalam promosinya adalah
pelayanan. Dengan meningkatkan mutu pelayanan. Antara lain dengan menjaga frontliner dan costomer servis. Menambah jumlah jaringan cabang, memaksimalkan
jumlah ATM dan service poin.
Meminimakan biaya perunit produk
[1]
Prof. Dr. H. Abdul Manan,
SH.,SIP.,M.Hum. Beberapa Masalah dalam
Praktek Hukum Ekonomi Syariah, Dalam Makalah Seminar Hukum Perbankan dengan
Tema Resiko Perikatan Perbankan Umum, BPR, dan Syariah Masalah Hukum serta
Pemecarannya. Surakarta, 16 Februari 2008, hlm. 4
Perbedaan Badan Hukum dan
Bukan
Badan Hukum
Dalam dunia usaha di Indonesia, setiap pengusaha yang
ingin menjalankan kegiatan usahanya memerlukan sebuah badan usaha yang
terdaftar secara resmi sehingga para pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan
usaha dan peristiwa hukum yang berkaitan dalam menjalankan kegiatan usaha
tersebut memiliki legalitas atau kekuatan hukum dalam bertindak. Dengan kata
lain, perbuatan para pelaku usaha tersebut dibenarkan dan diizinkan oleh Negara
serta memiliki kepastian hukum.
Hanya saja dalam praktiknya, perlu diketahui bahwa tidak semua badan usaha
memerlukan perizinan atau mengharuskan pembuatan akta pendirian di hadapan
notaris sebagai sebuah syarat awal untuk menjalankan kegiatan usaha. Sebagai
contohnya adalah para pelaku usaha dunia maya (online shop) yang banyak
akhir-akhir ini yang melakukan kegiatan usahanya hanya melalui seperangkat elektronik
yang canggih baik itu berupa handphone maupun tablet yang
dapat mendukung kegiatan usahanya tersebut. Akan tetapi, bagi pelaku usaha yang
ingin memiliki kelegalan dan kepastian hukum terhadap kegiatan usahanya
memerlukan pembuatan akta pendirian di hadapan notaris. Pembuatan akta notaris
dalam badan usaha pun juga tidak serta merta menjadikan kegiatan usaha tersebut
berstatus badan hukum. Mengapa demikian? karena di Indonesia dikenal 2
(dua) pengelompokan kategori badan usaha yaitu:
- Badan Usaha yang berbadan hukum.
- Badan Usaha yang tidak berbadan hukum.
Apa perbedaan dari keduanya? Badan usaha yang bukan
merupakan badan hukum tidak akan dipersamakan kedudukannya sebagai orang
sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan para
pendirinya.[1] Perbedaan badan hukum dan bukan hukum
terletak pada pemisahaan harta kekayaan. Badan usaha yang berbadan
hukum, contohnya adalah Perseroan Terbatas (PT). Pada Perseroan Terbatas (PT),
badan usaha PT memiliki harta kekayaan tersendiri. Harta kekayaan PT tersebut
terpisah dengan harta kekayaan para pemegang saham PT. Dalam artian jika PT
tersebut mengalami kerugian, maka tanggung jawab para pemegang saham tersebut
terbatas pada nilai saham yang dimilikinya. Berbeda dengan badan usaha yang
tidak berbadan hukum yang harta kekayaan pendirinya tidak terpisah dengan harta
kekayaan badan usaha tersebut. Sehingga jika badan usaha yang tidak berbadan
hukum tersebut mengalami kerugian, maka berakibat pada pertanggung jawaban
pemilik badan usaha tersebut. Dalam penggantian kerugian badan usaha tersebut,
harta kekayaan pemiliknya dapat disita atau diambil hingga pertanggung jawaban
kerugian tersebut lunas atau selesai.
Bentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum adalah:[2]
- Usaha Dagang (UD) atau kadang juga dikenal dengan istilah PD (Perusahaan Dagang)
- Persekutuan Perdata (Maatschap) yang diatur dalam Pasal 1618-1652 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
- Firma/Fa (Vennootschap Onder Firma), yang diatur dalam Pasal 16-35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
- Persekutuan Komanditer/CV (Comanditaire Vennootschhap), yang diatur dalam Pasal 19 KUHD.
- Perkumpulan yang tidak berbadan hukum, yang diatur dalam Pasal 1653-1665 KUHPer.
Selain
perbedaan pada pemisahan harta kekayaan, perbedaan berikutnya juga terletak
pada posisi badan usaha sebagai subjek hukum di dalam pengadilan. Badan usaha
yang berbadan hukum merupakan subjek hukum yang juga dapat dituntut serta
melakukan penuntutan di muka pengadilan atas nama badan usaha. Yang melakukan
penuntutan tersebut tentu saja, bukan badan usaha itu sendiri secara langsung,
melainkan orang yang dikuasakan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut, Hal
ini dikarenakan badan hukum merupakan aggregate theory yang
berarti kumpulan-kumpulan manusia/orang yang terkait dengan badan hukum
tersebut. Sementara badan usaha yang tidak berbadan hukum tidak dapat dituntut
dan melakukan kumpulan penuntutan di muka pengadilan atas nama badan usaha
tersebut. Akan tetapi, di dalam badan usaha yang tidak berbadan hukum yang
dituntut di muka pengadilan adalah pendiri dari badan usaha tersebut serta yang
melakukan penuntutan di muka pengadilan jug pendiri tersebut yang bertindak
atas namanya sendiri.
[1] Irma
Devita, 2010, “Kiat-Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Mendirikan Badan
Usaha”, Kaifa, Bandung, hlm. 2
[2] Ibid, hlm. 3
Sumber : https://muhammadrizalrustam.wordpress.com/2013/04/17/perbedaan-badan-hukum-dan-bukan-badan-hukum/
Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya
Suatu kegiatan usaha yang berdiri dengan status
perusahaan dagang atau usaha dagang (toko) yang telah berkembang secara
kualitas dan kuantitas usaha apakah wajib untuk mengubah status
usahanya? Bagaimana hubungan hukumnya dengan tenaga kerja yang
dipekerjakan di tempat usahanya tersebut manakala hubungan antara
pengusaha dan pekerja tidak dilandasi dengan perjanjian? Wajib atau
tidakkah perusahaan/usaha dagang tersebut untuk membentuk peraturan
perusahaan, serta hak-hak pekerja, sebagaimana menurut UU. tentang
Ketenagakerjaan? Terima kasih.
Jawaban :
1. Apabila
yang dimaksud dengan status usaha yaitu jenis badan usaha, maka pada
dasarnya untuk mengubah suatu jenis badan usaha bergantung pada visi
misi dan tujuan dari badan usaha tersebut. Dalam hal ini apabila
Perusahaan Dagang/Usaha Dagang ("PD/UD") saat ini berjalan sesuai
dengan kegiatan usahanya, maka PD/UD tersebut tidak perlu untuk
"diubah" menjadi badan usaha lainnya.
Namun,
apabila dalam perkembangannya PD/UD memiliki visi misi dan tujuan untuk
memperluas kegiatan PD/UD dan/atau diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan, maka jenis PD/UD tersebut dapat "diubah" dengan
membentuk badan usaha baru.
Adapun
berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu, suatu badan usaha
diwajibkan berbentuk badan hukum dalam hal menjalakan kegiatan usaha
seperti Bank, Rumah Sakit, penyelenggara satuan pendidikan formal.
Selain itu, apabila terdapat penyertaan modal asing dalam badan usaha
tersebut, maka badan usaha tersebut wajib untuk berbentuk badan hukum
yaitu Perseroan Terbatas. Sehingga apabila dalam perkembangannya PD/UD
akan melakukan kegiatan usaha sebagaimana disebutkan sebelumnya dan/atau
terdapat penyertaan modal asing dalam badan usahanya, maka PD/UD
tersebut wajib untuk berbentuk badan hukum.
Untuk
mengetahui badan usaha yang tepat untuk PD/UD tersebut, berikut kami
uraikan karakteristik untuk beberapa badan usaha baik yang merupakan
badan hukum atau bukan badan hukum.
A. Badan Usaha berbentuk Badan Hukum
Karakteristik
suatu badan hukum yaitu terdapat pemisahan kekayaan pemilik dengan
kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya bertanggung jawab sebatas
harta yang dimilikinya.
Badan Usaha yang berbentuk Badan Hukum terdiri dari :
(1) Perseroan Terbatas (“PT”)
§ Memiliki ketentuan minimal modal dasar, dalam UU 40/2007 minimum modal dasar PT yaitu Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Minimal 25% dari modal dasar telah disetorkan ke dalam PT;
§ Pemegang Saham hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya;
§ Berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu diwajibkan agar suatu badan usaha berbentuk PT.
(2) Yayasan
§ Bergerak di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota;
§ Kekayaan Yayasan dipisahkan dengan kekayaan pendiri yayasan.
(3) Koperasi
§ beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
berdasar atas asas kekeluargaan.
§ Sifat keanggotaan koperasi yaitu sukarela bahwa tidak ada paksaan untuk menjadi anggota koperasi dan terbuka bahwa tidak ada pengecualian untuk menjadi anggota koperasi.
B. Badan Usaha bukan berbentuk Badan Hukum
Lain
halnya dengan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum, pada bentuk
badan usaha ini, tidak terdapat pemisahan antara kekayaan badan usaha
dengan kekayaan pemiliknya.
Badan usaha bukan berbentuk badan hukum terdiri dari:
(1) Persekutuan Perdata
§ Suatu
perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya;
§ Para sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas Persekutuan Perdata.
(2) Firma
§ Suatu Perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah nama bersama;
§ Para anggota memiliki tanggung jawab renteng terhadap Firma.
(3) Persekutuan Komanditer (“CV”)
§ Terdiri dari Pesero Aktif dan Pesero Pasif/komanditer.
§ Pesero Aktif
bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi, sedangkan pesero pasif
hanya bertanggung jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam
CV.
Apabila
PD/UD akan "diubah" dengan badan usaha lainnya, maka PD/UD tersebut
akan dibubarkan serta izin yang dimiliki oleh PD/UD tersebut akan
dicabut. Selanjutnya, akan didirikan badan usaha yang sesuai dengan
karakteristik dan visi misi yang diinginkan.
2. Perjanjian Kerja
Apabila
yang dimaksud dengan pertanyaan Anda terkait perjanjian tenaga kerja
dengan pengusaha adalah perjanjian tertulis, maka pengusaha yang
melakukan perjanjian secara lisan dengan tenaga kerja yang
diperkerjakannya sudah merupakan Perjanjian yang memiliki akibat hukum,
hal ini berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU No. 13/2003 yang menyatakan bahwa “Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis atau lisan”.
Tanpa
adanya perjanjian, maka tidak adanya kesepakatan untuk melakukan
hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja baik lisan maupun
tertulis. Hal ini diatur dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 yang menyatakan “hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”.
Agar
Perjanjian yang terjadi antara pengusaha dengan tenaga kerja dapat sah
secara hukum, maka perjanjian yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga
kerja haruslah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPer yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal
Sehingga,
perjanjian baik secara tertulis maupun lisan antara pengusaha dengan
tenaga kerja yang diperkerjakannya tetap memiliki hubungan hukum
diantara mereka selama perjanjian tersebut sah secara hukum dengan
mengikuti syarat-syarat sahnya perjanjian.
3. Kewajiban membentuk Peraturan Perusahaan
Berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UU 13/2003,
diatur bahwa setiap Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan
yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
Adapun yang dimaksud dengan Pengusaha berdasarkan Pasal 1 angka 5 huruf a UU 13/2003 adalah;
“orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.”
Dari
kedua ketentuan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Perusahaan (termasuk PD/UD) harus memiliki peraturan perusahaan jika
mempekerjakan pekerja/buruh sejumlah 10 (sepuluh) orang atau lebih.
4. Hak-Hak Pekerja
Berdasarkan UU 13/2003, hak-hak pekerja yang diatur yaitu sebagai berikut :
1) Memperoleh
dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja (Pasal 11);
2) Memperoleh
pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang di
selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan
kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja (Pasal 18 ayat 1);
3) Memperoleh waktu istirahat dan cuti dengan ketentuan sebagai berikut (Pasal 79):
- istirahat
antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama
4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk
jam kerja;
- istirahat
mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
- cuti tahunan,
sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
- istirahat
panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak
berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan
selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam)
tahun.
4) Memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan;
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat 1);
5) Memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1);
6) Memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99 ayat 1);
7) Membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (Pasal 104 ayat 1);
8) Melakukan mogok kerja sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137);
9) Menerima pembayaran uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja jika terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 156 ayat 1);
10)Hak khusus untuk pekerja/buruh perempuan (Pasal 82):
- Memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan
anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan;
- Memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan jika mengalami keguguran
kandungan sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23).
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43).
4. Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar