WELCOME TO FATIH'S BLOG, THANKS FOR YOUR VISIT

Kamis, 13 Maret 2014

BBM BLSM DENGAN E-KTP

BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) atau nama lain dari BLT (Bantuan Tunai Langsung) merupakan salah satu kebijakan kompensasi dari kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) selain Beras untuk Keluarga Miskin, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Bantuan Operasional Sekolah, Program Keluarga Harapan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri, Program Kredit Usaha Rakyat, dan Program Pengembangan Infrastruktur Pedesaan. Kenaikan BBM pada beberapa waktu yang lalu diisosialisasikan melalui iklan bahwa tersirat anggaran guna subsidi BBM bersubsidi dialihkan guna program-program pro rakyat miskin tersebut karena penggunaan BBM bersubsidi tersebut disinyalir selama ini lebih banyak digunakan oleh masyarakat kaya “bermobil mewah”.
Mungkin pemerintahan SBY ini ingin meniru Kholifah Umar bin Khotob yang langsung menyantuni rakyatnya yang miskin. Terlepas dari anggap seperti itu, bahwa BLSM merupakan suatu bentuk tanggung jawab pemerintah atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Hal itu berdasarkan Pasal 4 Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Pasal 6 Catur Program Kesejahteraan Sosial yakni rehabilitasi, pemberdayaan, perlindungan dan jaminan sosial.
Dan ditegaskan dalam Pasal 14 ayat 1 dalam undang-undang tersebut bahwa, “Perlindungan Sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan keterikatan sosial seseorang, keluarga, dan/atau masyarakat agar keterlangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
Namun, dalam kenyataanya setelah kenaikan BBM bukannya mengatasi masalah malah timbul berbagai masalah baru. Selain masalah kenaikan harga-harga seperti masalah penimbunan BBM dan barang-barang kebutuhan terutama kebutuhan pokok. Serta, juga adanya kekeliruan dalam proses penyaluran BLSM yang baru saja dilaksanakan pada akhir Juni 2013 ini, dengan kata lain ada yang tidak tepat.
Ironis memang warga miskin yang seharusnya berhak mendapatkan KPS (Kartu Perlindungan Sosial) dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Kementerian Sosial yang merupakan kartu untuk menerima BLSM banyak yang tidak menikmati dana kompensasi. Lebih menyayat hati ada beberapa dari sebagian mereka tersebut mungkin, karena terpaksa rela bergelut dengan rasa malunya mengkomplain bahkan berdemo orasi untuk mendapatkan haknya karena melejitnya biaya hidup.  Disisi lain pula tak sedikit warga yang tergolong mampu justru memperoleh KPS. Padahal KPS ini juga digunakan untuk program-program kompensasi lainnya seperti, raskin, PKH, dan Bea Siswa Miskin (BSM).
Di Solo demo oleh para warga miskin bukan hanya dilakukaan oleh sejumlah warga di Kelurahan Timuran, Banjarsari. Namun, protes ini juga dilakukan oleh salah seorang warga datang ke Kantor Pos dan BPS (Badan Pusat Statistik) dengan sepeda bututnya dengan membawa poster berisi tulisan BLSM yang diartikan sebagai ‘Bantuan Langsung Sekarat Mematikan’. Kekisruhan ini terjadi bukan hanya di Solo, tapi juga terjadi di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung dan di Lingkungan Balakang, Kelurahan Toro, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan serta daerah-daerah lainnya.
Padahal kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kementerian Sosial, Andi Z.A. Dulung, Selasa 2 Juli 2013, mengungkapkan, ada 9.000 lebih KPS yang kembali ke Kantor Pos. Sedangkan KTS yang diantar hanya 10 juta.

Data Tidak Akurat
Sebenarnya letak permasalahan BBM bersubsidi, BLSM atau BLT dan program-program yang lain adalah sama yaitu pada pendistribusian yang tidak tepat sasaran. Hal pendistribusian yang tidak tepat sasaran ini bisa terjadi karena data tidak akurat. Data yang digunakan oleh pemerintah dalam hal ini adalah data BPS tahun 2011 yang diperbaharui oleh TNP2K. Basis data diperoleh dari tahun 2005 sebanyak 19,2 juta RTS (Rumah Tangga Sasaran). Selanjudnya dimutahirkan melalui kegiatan pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2008 tercata 18,5 juta RTS. Kemudian data diverifikasi menghasilkan penurunan menjadi 15.5 juta RTS dan didata ulang lagi menjadi 11,5 RTS. Data BPS per Maret 2013 menunjukkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 28 juta orang. Sementara itu, BLSM menyasar 11,5 juta RTS. Jika satu RTS beranggotakan empat orang, penerima dana BLSM mencapai 62 juta orang. Itu berarti berdasarkan data tersebut jumlah RTS yang seharusnya mendapatkan hanya 7 juta RTS.  Kenapa dari 10 juta KTS hanya dikembalikan 9000 lebih.
Lalu bagaimana solusi guna menyikapinya agar penyaluran untuk periode selanjudnya bisa tepat sasaran, itulah yang terpenting.
Solusinya adalah di E-KTP. E-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan atau pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Mendagri Gamawan Fauzi pernah membeberkan bahwa E-KTP di Indonesia ini cukup komprehensif karena  berisi biometrik berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK), kode keamanan (sidik jari dan retina mata), rekaman biodata, tanda tangan, dan foto elektronik.  Selain itu KTP modern ini KTP modern ini juga dilengkapi dengan menggunakan micro chip untuk menyimpan data rekam pemiliknya.
Micro chip inilah yang diharapkan mampu merekam seluruh data pemiliknya. Antara lain dapat merekam daftar dan sejarah kesehatan atau berfungsi sebagai E- Health. Merekam riwayat pendidikan dan untuk kepentingan pengelolaan pendidikan. Merekam data guna terkait tindakan hukum politik sampai data keahlian mengemudi sehingga mendatang tidak perlu kartu SIM lagi. Apabila kepolisian ataupun aparat penegak hukum lainnya ingin melakukan pengecekan cukup dengan menunjukan E-KTP kemudian di cek dengan alat pendeteksi micro chip. Termasuk dalam penggunaaan hak suara pada pemilihan politik dan ketatanegaraan. Dan karena bagian luar tertulis biodata terkait pekerjaan  diharapkan pula didalamnya terdapat rekam data terkait besarnya pendapatan, transaksi keuangan umum, perbankan, asuransi, pembelian tiket serta pajak. Termasuk mampu terdeteksi apakah pemegang E-KTP ini layak membeli BBM dan menerima BLT.
Dalam penggunaan E-KTP ini tidak dapat diwakilkan apalagi dipindah tangankan. Sehingga adanya E-KTP ini memungkinkan satu orang dengan satu kartu identitas dan berlaku seumur hidup. Hal ini memudahkan proses verifikasi data kependudukan. Sehingga segala sesuatu terkait dengan pendistribusian dapat tepat sasaran termasuk pendistribusian pembelian BBM bersubsidi dan penerima BLT. Dan segala permasalah nasional Negara Indonesia ini bisa terselesaikan secara efektif dan efisien.
Surakarta, 05 Juli 2014