BLSM (Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat) atau nama lain dari BLT (Bantuan Tunai Langsung) merupakan
salah satu kebijakan kompensasi dari kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) selain Beras
untuk Keluarga Miskin, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Bantuan
Operasional Sekolah, Program Keluarga Harapan, Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat-Mandiri, Program Kredit Usaha Rakyat, dan Program Pengembangan
Infrastruktur Pedesaan. Kenaikan BBM pada beberapa waktu yang lalu diisosialisasikan
melalui iklan bahwa tersirat anggaran guna subsidi BBM bersubsidi dialihkan
guna program-program pro rakyat miskin tersebut karena penggunaan BBM
bersubsidi tersebut disinyalir selama ini lebih banyak digunakan oleh
masyarakat kaya “bermobil mewah”.
Mungkin pemerintahan
SBY ini ingin meniru Kholifah Umar bin Khotob yang langsung menyantuni
rakyatnya yang miskin. Terlepas dari anggap seperti itu, bahwa BLSM merupakan
suatu bentuk tanggung jawab pemerintah atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Hal itu berdasarkan Pasal 4 Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial dan Pasal 6 Catur Program Kesejahteraan Sosial yakni
rehabilitasi, pemberdayaan, perlindungan dan jaminan sosial.
Dan ditegaskan dalam Pasal 14 ayat 1 dalam undang-undang tersebut bahwa,
“Perlindungan Sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari
guncangan dan keterikatan sosial seseorang, keluarga, dan/atau masyarakat agar
keterlangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
Namun, dalam
kenyataanya setelah kenaikan BBM bukannya mengatasi masalah malah timbul
berbagai masalah baru. Selain masalah kenaikan harga-harga seperti masalah
penimbunan BBM dan barang-barang kebutuhan terutama kebutuhan pokok. Serta, juga
adanya kekeliruan dalam proses penyaluran BLSM yang baru saja dilaksanakan pada
akhir Juni 2013 ini, dengan kata lain ada yang tidak tepat.
Ironis memang warga
miskin yang seharusnya berhak mendapatkan KPS (Kartu Perlindungan Sosial) dari
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Kementerian
Sosial yang merupakan kartu untuk menerima BLSM banyak yang tidak menikmati
dana kompensasi. Lebih menyayat hati ada beberapa dari sebagian mereka tersebut
mungkin, karena terpaksa rela bergelut dengan rasa malunya mengkomplain bahkan
berdemo orasi untuk mendapatkan haknya karena melejitnya biaya hidup. Disisi lain pula tak sedikit warga yang
tergolong mampu justru memperoleh KPS. Padahal KPS ini juga digunakan untuk program-program
kompensasi lainnya seperti, raskin, PKH, dan Bea Siswa Miskin (BSM).
Di Solo demo oleh para
warga miskin bukan hanya dilakukaan oleh sejumlah warga di Kelurahan Timuran,
Banjarsari. Namun, protes ini juga dilakukan oleh salah seorang warga datang ke
Kantor Pos dan BPS (Badan Pusat Statistik) dengan sepeda bututnya dengan
membawa poster berisi tulisan BLSM yang diartikan sebagai ‘Bantuan Langsung Sekarat Mematikan’. Kekisruhan ini terjadi bukan
hanya di Solo, tapi juga terjadi di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung dan di
Lingkungan Balakang, Kelurahan Toro, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan serta daerah-daerah lainnya.
Padahal kata Direktur
Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kementerian Sosial, Andi Z.A. Dulung,
Selasa 2 Juli 2013, mengungkapkan, ada 9.000 lebih KPS yang kembali ke Kantor
Pos. Sedangkan KTS yang diantar hanya 10 juta.
Data
Tidak Akurat
Sebenarnya letak
permasalahan BBM bersubsidi, BLSM atau BLT dan program-program yang lain adalah
sama yaitu pada pendistribusian yang tidak tepat sasaran. Hal pendistribusian
yang tidak tepat sasaran ini bisa terjadi karena data tidak akurat. Data yang
digunakan oleh pemerintah dalam hal ini adalah data BPS tahun 2011 yang
diperbaharui oleh TNP2K. Basis data diperoleh dari tahun 2005 sebanyak 19,2
juta RTS (Rumah Tangga Sasaran). Selanjudnya dimutahirkan melalui kegiatan
pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2008 tercata 18,5 juta RTS. Kemudian
data diverifikasi menghasilkan penurunan menjadi 15.5 juta RTS dan didata ulang
lagi menjadi 11,5 RTS. Data BPS per Maret 2013 menunjukkan jumlah masyarakat
miskin di Indonesia mencapai 28 juta orang. Sementara itu, BLSM menyasar 11,5
juta RTS. Jika satu RTS beranggotakan empat orang, penerima dana BLSM mencapai
62 juta orang. Itu berarti berdasarkan data tersebut jumlah RTS yang seharusnya
mendapatkan hanya 7 juta RTS. Kenapa
dari 10 juta KTS hanya dikembalikan 9000 lebih.
Lalu bagaimana solusi
guna menyikapinya agar penyaluran untuk periode selanjudnya bisa tepat sasaran,
itulah yang terpenting.
Solusinya adalah di
E-KTP. E-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem
keamanan atau pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi
informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Mendagri Gamawan
Fauzi pernah membeberkan bahwa E-KTP di Indonesia ini cukup komprehensif karena
berisi biometrik berupa Nomor Induk
Kependudukan (NIK), kode keamanan (sidik jari dan retina mata), rekaman
biodata, tanda tangan, dan foto elektronik. Selain itu KTP modern ini KTP modern ini juga
dilengkapi dengan menggunakan micro chip untuk menyimpan data rekam pemiliknya.
Micro chip inilah yang
diharapkan mampu merekam seluruh data pemiliknya. Antara lain dapat merekam
daftar dan sejarah kesehatan atau berfungsi sebagai E- Health. Merekam riwayat
pendidikan dan untuk kepentingan pengelolaan pendidikan. Merekam data guna
terkait tindakan hukum politik sampai data keahlian mengemudi sehingga mendatang
tidak perlu kartu SIM lagi. Apabila kepolisian ataupun aparat penegak hukum lainnya
ingin melakukan pengecekan cukup dengan menunjukan E-KTP kemudian di cek dengan
alat pendeteksi micro chip. Termasuk dalam penggunaaan hak suara pada pemilihan
politik dan ketatanegaraan. Dan karena bagian luar tertulis biodata terkait
pekerjaan diharapkan pula didalamnya terdapat
rekam data terkait besarnya pendapatan, transaksi keuangan umum, perbankan,
asuransi, pembelian tiket serta pajak. Termasuk mampu terdeteksi apakah
pemegang E-KTP ini layak membeli BBM dan menerima BLT.
Dalam penggunaan E-KTP
ini tidak dapat diwakilkan apalagi dipindah tangankan. Sehingga adanya E-KTP
ini memungkinkan satu orang dengan satu kartu identitas dan berlaku seumur
hidup. Hal ini memudahkan proses verifikasi data kependudukan. Sehingga segala
sesuatu terkait dengan pendistribusian dapat tepat sasaran termasuk
pendistribusian pembelian BBM bersubsidi dan penerima BLT. Dan segala
permasalah nasional Negara Indonesia ini bisa terselesaikan secara efektif dan
efisien.
Surakarta, 05 Juli 2014